Ngabuburit di Purwokerto

Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Berkunjung ke Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Banyumas, Purwokerto, Jawa Tengah.

Sisa-sisa air hujan menggenang di beberapa ruas jalan saat saya menelusuri jalan menuju stasiun KA Bogor pada pagi hari Rabu, 13 Maret 2024 kemarin. Sesampainya di dalam gerbong Commuter Line sudah tidak tersisa lagi bangku kosong untuk duduk di KRL tujuan Jakarta Kota. Saya dan banyak penumpang lain berdiri, bersandar ke pembatas kursi di dekat pintu sambil berpegangan di tiang-tiang dekat kursi. Walau suasana agak gelap, ditambah lagi cuaca yang mendung, gerbong-gerbong KRL sudah penuh. Maklum, saat bulan Ramadhan biasanya kantor-kantor menyesuaikan jam masuk dan pulang kerja sehinga karyawan/pegawai berangkat lebih awal daripada biasanya. Beberapa menit kemudian pintu Commuter Line tertutup dan melaju meninggalkan stasiun KA Bogor.

Setelah beberapa stasiun terlewati, penumpang semakin bertambah sesak. Hingga akhirnya kereta sampai di stasiun Manggarai, banyak penumpang berhamburan keluar. Tapi setelahnya penumpang lain yang sudah menunggu kembali menyesaki gerbong-gerbong Commuter Line. Saya berusaha bertukar tempat dengan penumpang lain, karena setelah stasiun Cikini, saya harus segera turun. Alhamdulillah akhirnya sampai di stasiun Gondangdia, saya pun segera turun bersama banyak penumpang lain. Mampir sebentar di MCK stasiun setelah itu tapping di gate dan menyusuri  jalan sepanjang rel kereta api di stasiun Gondangdia.

Jalan M. Ridwan Rais

Menelusuri jalan M.I. Ridwan Rais menuju ke stasiun Gambir.

Tujuan selanjutnya adalah stasiun Gambir. Jaraknya dari stasiun Gondangdia tidak jauh, kurang lebih 1,7 kilometer. Karena hari masih pagi dan udara masih segar, saya memutuskan berjalan ke sana. Menyeberangi jalan Kebon Sirih terus mengikuti jalan di sepanjang rel kereta kemudian berbelok dan menyeberang ke jalan M.I. Ridwan Rais. Kira-kira pukul 07:15 sampai di jalan M.I. Ridwan Rais, pintu masuk selatan stasiun Gambir hanya beberapa ratus meter lagi. Jika berjalan dari stasiun Gondangdia ke stasiun Gambir saya selalu teringat masa-masa SMA.

Dulu sebagai anggota Pramuka, saya beberapa kali bertandang ke Kedai Kwarnas (Kwartir Nasional) bersama-sama kakak kelas. Kami biasanya turun di stasiun Juanda lalu berjalan kaki menelusuri jalan sepanjang rel kereta ke Kedai Kwarnas di Gambir. Biasanya kami lakukan saat hari-hari setelah ujian Catur Wulan ketika tidak ada jam pelajaran dan kami bisa pulang lebih awal.

Mesin Cetak Boarding Pass

Mencetak boarding pass di stasiun Gambir.

Beberapa menit kemudian saya sampai di Hall Selatan stasiun Gambir. Langsung menuju ke mesin untuk mencetak boarding pass sesuai dengan nomor tiket yang dikirimkan oleh seorang co-worker sehari sebelumnya melalui WhatsApp. Ketikan nomor tiketnya kemudian klik cari, setelah itu muncul nama saya dan langsung klik cetak. Selanjutnya saya masuk melewati gate pemeriksaan dengan verifikasi wajah. Pada perjalanan sebelumnya saya sudah mendaftarkan NIK saya pada petugas di stasiun Gambir, sehingga saya bisa langsung masuk. Pemindai wajahnya langsung mengenali wajah saya dan otomatis membukakan pintu menuju tangga ke ruang tunggu di lantai 2 stasiun Gambir.

Stasiun Gambir

Stasiun Gambir

Kira-kira satu jam menunggu, saya segera bergegas menaiki tangga menuju peron teratas stasiun Gambir. KA Argo Dwipangga yang akan membawa saya ke Purwokerto akan tiba pukul 08:50, beberapa menit lagi. Beberapa penumpang sudah menunggu di kursi prioritas, beberapa lainnya sibuk mengabadikan foto dirinya dengan latar Monumen Nasional dari atas peron. Tidak lama kemudian, munculah kereta yang ditunggu dari arah Jakarta. Kami semua menepi menunggu kereta tersebut berhenti. Kemudian saya pun berjalan menuju gerbong yang sudah dipesankan, gerbong Eksekutif 4 kursi 6D tepat di samping jendela. Para penumpang memasuki gerbong lalu meletakan tas-tas bawaan mereka ke bagasi di atas tempat duduk. Beberapa porter terlihat sibuk membantu mengangkat-ngangkat barang-barang bawaan penumpang ke dalam gerbong.

Ada banyak perubahan pada KA Argo Dwipangga. November 2023 lalu saat saya berangkat ke Solo gerbongnya belum seperti ini. Sekarang pintunya sudah tidak dibuka manual lagi, cukup menekan tombol maka akan bergeser otomatis. Layar informasi di ujung gerbong terlihat baru dan informasi yang ditampilkan lebih informatif. Lantai dan atap gerbongnya terlihat lebih modern. Yang paling mencolok adalah kulit sintetis yang melapisi furniture-nya terlihat lebih elegan. Secara keseluruhan renovasinya membuat gerbongnya terasa lebih berkelas.

Keretapun bertolak meninggalkan stasiun Gambir. Pemandangan gedung-gedung pencakar langit di Gambir berganti dengan pemandangan kawasan pemukiman padat penduduk di Jatinegara. Tidak lama kemudian pemandangan tersebut tergantikan lagi dengan pemandangan sawah-sawah hijau nan luas. Akhir 2023 lalu sawah-sawah sepanjang Cikarang hingga Cirebon terlihat kering pasca panen. Saat ini sudah kembali hijau menyejukan mata penumpang KA yang memandangnya.

Pemandangan Sawah

Pemandangan sawah-sawah yang menghijau dari dalam gerbong KA Argo Dwipangga.

“Ini adalah kisah tentang sejumlah tindak pembunuhan. Sangat tidak disarankan untuk pendengar berusia di bawah 18 tahun,” demikian suara lugas Marissa Jeffryna, SH. membawakan narasi dalam siniar (podcast) Lenyap dari Fremantle Indonesia terdengar dari headset yang saya gunakan. Tinjauan psikologi dan kriminologi disertai detail kasus yang diungkap dalam podcast yang narasinya dibawakan oleh pengamat hukum dan dunia kriminal sekaligus aktris, pengacara dan presenter itu selalu menarik minat saya. Beberapa episode Lenyap menemani perjalanan saya dari Jakarta. Berganti-ganti aplikasi di handphone, kadang membuka YouTube, SoundCloud dan Spotify, sesekali media sosial hingga mendengarkan radio FM menjadi cara ampuh untuk mengisi waktu selama perjalanan. Sambil tetap memantau pesan-pesan yang masuk di WhatsApp.

Berlanjut ke halaman 2

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.