Setelah melewati deretan kios-kios dekat pelataran parkir, selanjutnya saya melewati jembatan bercat hijau yang berujung di tangga yang tersusun dari batu-batu. Karena sebelumnya hujan, di jalan dan tangga terlihat sisa-sisa air yang membuat saya berjalan agak berhati-hati agar tidak terpeleset. Setelah menaiki deretan anak tangga yang pertama, saya melihat sebuah bangunan hijau yang ternyata mushola Al-Ikhlas. Ini adalah satu-satunya mushola disini.
Selain saya, ada beberapa rombongan lain yang juga terlihat berjalan menuju ke arah curug. Pohon pinus dan rerumputan terhampar disekeliling tempat ini. Tanda petunjuk toilet atau wc umum terpampang di beberapa pohon, sungguh sangat merusak pemandangan. Oh ya, perlu saya beritahukan kalau setelah melewati jembatan pertama ini cuma ada satu lokasi toilet umum. Letaknya disebelah kanan jalan menuju curug, tepatnya dibawah mushola.
Ada jembatan bercat hijau lagi di sebelah kanan jalan. Jembatan ini mengarahkan kita ke deretan gubuk atau saung-saung berdinding anyaman bambu dan berpagar kayu. Saat saya mencoba menelusurinya, suasana disana seperti tempat pemukiman di pedesaan. Ada ayam-ayam peliharaan berkeliaran dan tanaman-tanaman yang biasanya dijumpai di halaman-halaman rumah di desa. Beberapa sepeda motor terparkir disana.
Kembali ke jalan utama menuju curug. Sebagaimana halnya air terjun-air terjun lain, jalan menuju ke curug tentunya menanjak. Di kejauhan saya melihat tenda-tenda (sejenis tenda dome) didirikan di bagian tanah yang landai di sebelah kanan jalan. Ada jembatan lain ke arah kanan untuk mencapai tenda-tenda tersebut. Tepat sebelum mendaki jalan yang cukup tinggi dan sebagian terdiri dari batu-batu yang hancur, ada dua kedai di kanan dan kiri. Di kedai sebelah kiri terpampang papan penunjuk: Curug Nangka (tanda panah ke kanan), Curug Daun dan Curug Kaung (tanda panah ke atas). Jangan keliru untuk mengambil jalan ke kanan karena Curug Nangka masih jauh. Masih harus berjalan lurus menelusuri setapak yang menanjak.
Sebagian jalan adalah tangga-tangga yang tersusun rapi dari kanstein, lainnya adalah susunan batu-batu yang rapi sedangkan beberapa titik jalan adalah tanah atau susunan batu yang tidak teratur atau kanstein yang sudah mulai rusak dan licin. Beberapa pengunjung asyik mengobrol di jalan ini. Pemandangan disebelah kanan adalah cekungan aliran sungai menyerupai jurang-jurang yang cukup aman, tidak terjal karena jaraknya cukup jauh dari jalan setapak. Dikelilingi pepohonan-pepohonan liar dan rerumputan serta batu-batu besar. Perjalanan belum terasa melelahkan karena beberapa jalan menanjak kemudian landai beberapa meter. Jalan hanya cukup dilewati dua baris berlawanan arah. Tapi di beberapa sisi jalan, wisatawan harus mengalah, bergantian antara wisatawan yang menuju curug atau kembali dari curug.
Sepanjang perjalanan deru aliran air sungai dikejauhan menyejukan telinga saya. Semakin menambah rasa penasaran. Kira-kira tiga ratus meter dari mushola, mulai terlihatlah aliran air terjun tersebut. Mungkin ini yang disebut Curug Nangka itu. Aliran air yang deras meluncur dari ketinggian ke aliran sungai yang ada dibawahnya yang tidak kelihatan dari jalan tempat saya mendaki. Saya pun memberanikan diri untuk berjalan agak ke tepi kanan untuk memotret pemandangan air terjun tersebut. Seperti mengintip dari balik sela-sela pepohonan.
Akhirnya setelah beberapa ratus meter berjalan menanjak, saya dan wisatawan lain mulai melihat aliran sungai. Jalan pun sudah mulai menurun ke tepi sungai. Beberapa hamparan sungai dengan batu-batu besar terlihat di kejauhan. Kira-kira jika seruas jalan selebar satu ruas jalan Margonda dialiri dengan air, diisi dengan batu-batuan besar dan ditanami dengan tanaman-tanaman liar yang tinggi dan rerumputan hijau maka akan menghasilkan suasana yang asri dan ramai seperti ini.
Sesampainya di pinggir sungai, saya lihat dasar sungai yang tidak dalam. Kedalamannya kira-kira sebetis orang dewasa, dengan banyak bebatuan dimana saya dan wisatawan lainnya melompat dan berjingkat menyeberangi sungai. Tidak urung beberapa kali sepatu saya di basahi air, berpijak di batu dimana aliran airnya cukup dalam untuk menyentuh mata kaki dan tidak ada batu lain yang cukup besar. Di satu sisi di dekat air terjun saya lihat ada sebuah batu yang datar bertuliskan “CURUG NANGKA” dari susunan batu-batu kecil diatasnya.
Tampak anak-anak kecil berendam di aliran sungai yang cukup jernih, orang tua yang ikut berendam mengawasi anak-anak mereka, wisatawan yang berfoto, dan wisatawan lain yang melanjutkan perjalanan melintasi setapak dan menyeberangi aliran sungai diatas bebatuan. Suasana yang menyenangkan, pemandangan yang asri, deru suara air terjun dan gemericik air. Sinar matahari pun terpantul di batu-batu besar dan aliran air terjun Curug Daun menyinari jernihnya air sehingga bebatuan di dasar sungai terlihat jelas. Di kejauhan beberapa remaja bergaya di bawah derasnya aliran air Curug Daun yang menyirami tubuh mereka mulai dari kepala.
Dari sisi sebelah kiri saya menyeberangi sungai dengan melompati bebatuan di sungai ke sisi sebelah kanan karena jalan menuju Curug Daun ada disebelah kanan. Saya berhati-hati saat melompati bebatuan karena ada bebatuan yang cukup untuk memijakan kaki namun di depannya sudah tidak ada bebatuan lagi untuk dipijak, kalau sudah seperti itu kita harus jeli mencari bebatuan lain yang cukup aman untuk berpijak. Telitilah saat memijakan kaki, agar aliran air tidak sampai membasahi kaki dan batu yang dipijak tidak menggelincir. Beberapa wisatawan terlihat menggulung celana dan melepas alas kaki alias “nyeker” saat memintas aliran sungai. Alhamdulillah, sepatu yang saya gunakan cukup aman untuk melompat dan berpijak karena tidak licin walaupun bebatuan basah. Walau demikian, jika saya berpijak di batu-batu yang agak kecil untuk dipijak saya pun sedikit limbung, hampir tergelincir karena kehilangan keseimbangan.
Akhirnya saya sampai di Curug Daun. Aliran air terjun Curug Daun tidak setinggi Curug Nangka, tapi cukup deras dengan debit air yang besar. Disebelah kanannya adalah jalan setapak yang terdiri dari anak tangga-anak tangga yang mengantarkan saya ke aliran sungai diatas Curug Daun. Daun dan dahan-dahan pepohonan menjulur ke arah aliran air terjun karena memang banyak pepohonan di sebelah kiri setapak tempat saya dan wisatawan lain berjalan.
Sampai di atas Curug Daun, batu-batu besar terlihat memenuhi aliran sungai di sebelah kiri. Mungkin jika hujan cukup deras, batu-batu ini akan tertutup aliran sungai yang juga akan lebih deras. Sungai disebelah kanan terlihat cukup dalam untuk memijakan kaki sehingga saya harus mencari batu yang lebih besar atau mencari aliran air yang dangkal. Namun, setelah sampai disini saya baru ingat kalau sudah waktunya sholat Dzuhur.
Saya berhenti dan duduk sebentar diatas bebatuan. Mengamati serta memotret pemandangan dan keceriaan wisatawan saat bermain air dan berfoto-foto di Curug Nangka sebelum memutuskan kembali ke mushola untuk sholat. Mungkin jaraknya kurang lebih hampir setengah kilometer, tapi badan saya tidak lelah. Setelah sholat saya berhenti sebentar, mengagumi keindahan alam sambil mengamati foto-foto yang berhasil saya kumpulkan. Setelah itu, saya melanjutkan kembali perjalanan ke Curug Nangka dan Curug Daun untuk melanjutkan pendakian yang lebih tinggi ke Curug Kaung.
Nantikan kelanjutan tulisan ini dalam Bagian III: Mendaki Belantara Curug Kaung.
Ping balik: Solo Riding Ke Curug Nangka (Bagian I: Perjalanan Dimulai) | RiderAlit
Ping balik: Gowes ke Curug Nangka Lewat Kota Batu – RiderAlit